Date:

Share:

Siapa Saja yang Berhak Mendapatkan Pengawalan Patwal Polri?

Related Articles

Jakarta, Polisi.com – Belakangan ini, Patroli Pengawalan (Patwal) Lalu Lintas kembali menjadi perbincangan publik, terutama setelah aksi petugas yang dianggap arogan saat mengawal mobil RI 36. Dalam menanggapi hal ini, Polri melalui laman resmi menjelaskan beberapa kategori kendaraan yang berhak mendapatkan prioritas dalam menggunakan jalan.

Hal ini mengacu pada Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berdasarkan aturan tersebut, pengguna jalan wajib mendahulukan kendaraan yang termasuk dalam kategori prioritas. Berikut adalah daftar kendaraan yang berhak mendapatkan prioritas tersebut:

1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang bertugas.
2. Ambulans yang sedang mengangkut orang sakit.
3. Kendaraan yang digunakan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.
4. Kendaraan pimpinan lembaga negara Republik Indonesia.
5. Kendaraan untuk pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang merupakan tamu negara.
6. Iring-iringan pengantar jenazah.
7. Konvoi, pawai, atau kendaraan untuk penyandang disabilitas.
8. Konvoi atau kendaraan untuk keperluan tertentu sesuai pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dengan adanya aturan ini, diharapkan agar pengawalan dan penggunaan jalan lebih tertib, adil, dan tepat sasaran, serta dapat menghindari kesalahpahaman atau penyalahgunaan kewenangan di lapangan.

Brigjen Raden Slamet Santoso, Direktur Penegakan Hukum (Dirgakkum) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, menjelaskan bahwa sesuai dengan aturan perundang-undangan, pejabat setingkat menteri yang masuk dalam kategori VVIP dan VIP berhak mendapatkan prioritas pengawalan.

VVIP dan VIP Berhak Mendapat Prioritas Pengawalan

“Menurut aturan yang ada, pejabat VVIP dan VIP memang berhak mendapat prioritas pengawalan,” kata Raden Slamet Santoso kepada wartawan pada Jumat (10/1).

Sebelumnya, publik mengkritik keberadaan Patroli Pengawalan (Patwal), terutama setelah insiden yang melibatkan aksi petugas yang dianggap arogan saat mengawal mobil RI 36. Pelat dinas tersebut adalah milik Utusan Khusus Presiden, Raffi Ahmad.

“Belakangan ini, patroli dan pengawalan (patwal) menimbulkan persepsi negatif di masyarakat, apalagi setelah kabar tentang iring-iringan kendaraan berplat RI 36 yang mendapat pengawalan patwal, yang memicu perdebatan di media sosial,” ujar Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, beberapa waktu lalu.

Pengamat mendorong agar patroli dan pengawalan (patwal) kepolisian hanya diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden, sementara pengawalan untuk pejabat lain, termasuk Anggota DPR, sebaiknya tidak diperlukan dan bisa dihilangkan.

“Patwal sebaiknya hanya difokuskan untuk Presiden dan Wakil Presiden. Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga untuk menjaga keadilan sosial,” kata Djoko.

Selain itu, dia mengimbau agar pejabat negara terbiasa menggunakan transportasi umum dalam aktivitas sehari-hari. “Pejabat negara seharusnya menggunakan angkutan umum, setidaknya sekali seminggu. Dengan begitu, mereka bisa merasakan langsung kehidupan masyarakat dan mengetahui kondisi sebenarnya,” ujarnya.

Djoko juga mengingatkan kepolisian untuk memproses secara etik oknum aparat yang diduga menerima uang terkait patroli dan pengawalan. Menurutnya, ketentuan ‘pertimbangan petugas’ dalam Pasal 134 UU LAJ berpotensi disalahgunakan oleh oknum tertentu.

“Oknum aparat penegak hukum yang menerima sejumlah uang untuk mengawal kegiatan tertentu juga harus ditindak,” katanya.

Sementara itu, Pengamat Transportasi dan Perkotaan, Yayat Supriatna, menilai bahwa pejabat negara memang berhak mendapatkan pengawalan untuk mendukung kelancaran tugas mereka. Namun, ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan patwal dalam praktiknya.

Yayat mengatakan bahwa kepolisian seharusnya memiliki standar dan kriteria yang jelas mengenai siapa saja pejabat yang perlu dikawal, serta dalam situasi apa pengawalan tersebut diperlukan.

“Harus ada pedoman yang tegas, misalnya pengawalan hanya dilakukan pada jam dinas, bukan di hari libur yang tidak memiliki urgensi. Penggunaan plat dinas juga harus dipertimbangkan, termasuk saat Sabtu atau Minggu yang merupakan hari libur. Kalau perlu, jangan menggunakan mobil dinas,” ujar Yayat.

Dia juga mempertanyakan apakah pejabat tetap memerlukan pengawalan ketika lalu lintas sedang lancar. “Jika kondisi lalu lintas lancar, seperti di hari Sabtu atau Minggu, pengawalan hanya diperlukan jika ada urgensi,” tambah Yayat.

Sumber: CNN Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here


Popular Articles